Jumat, 23 November 2012

Kenapa Birokrasi di Indonesia Perlu Diperbaiki?


 

Birokrasi hanya warisan kolonial.
Segala sesuatu perlu perbaikan menuju arah yang lebih baik. Segala ciptaan manusia bersifat lemah dan jauh dari kesempurnaan secara hakiki. Begtu pula dengan birokrasi yang juga merupakan produk kreativitas manusia. Seandainya birokrasi kita telah memenuhi standartkualitas yang baik, maka tetap diperlukan perbaikan. Dinamika perubahan menuju yang lebih baik sangat diperlukan di dalam segala hal, utamanya yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa sistem birokrasi kita adalah warisan turun temurun dari Kolonial Belanda. Karena bangsa kita belum pernah mengenal birokrasi sebelumnya. Hanya ada sistem kerajaan secara konvensional. Sejak awal dipegang penjajah, wajah kotor birokrasi telah ada dengan adanya kecurangan, penyimpangan, KKN dan lain sebagainya. Mungkin penyakit mental birokrat ini juga merupakan warisan gen secara sosial yang sulit untuk diputus mata rantainya. Secara sederhana mungkin dapat dikatakan bahwa itu adalah budaya.
Birokrat itu hanyalah pelayan rakyat.
Sayangnya buruknya budaya itu tida membuat hati dan pikiran bangsa Indonesia untuk lebih baik, justru menjadi arena berebut kekuasaan dalam ranah birokrasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Perlu diketahui bahwa birokrasi adalah sistem pelayanan untuk masyarakat. Berarti hakikatnya masyarakatlah yang dilayani atau saya katakan bahwa masyarakat adalah bos, sedangkan birokrasi adalah sistem untuk melayani sang bos dengan para pembantu dan pekerjanya adalah para pegawai birokrat.
Jika melihat secara substansial seperti ini, maka posisi rakyat adalah lebih tinggi. Harusnya masyarakat lebih dihormati dan ditakuti oleh birokrasi. Namun apa yang terjadi? Dengan dalih nama “PEJABAT”, mereka ingin dihormati dan dilayani. Ini sangat terbalik sekali dengan fungsi dan tugas mereka. Dalam bahasa kasar saya para birokrat bahkan Walikota hingga Presiden itu sebenarnya adalah pembantu kita.  Hanya saja karena karena pergeseran rasa dalam moralitas kita, maka masyarakat memberikan penghargaan kehormatan atas jasa mereka.
Permasalahan pertama.
Jadi penyakit pertama yang harus dirubah adalah para birokrat yang lupa diri bahwa mereka tidak lebih dari seorang pelayan. Yang disebut pelayan harus mau disuruh-suruh dan taat kepada majikannya. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa birokrat harus benar-benar melayani sepenuh hati. Bukan malah sebaliknya ingin dilayani dan dihormati. Saya kira jika para birokrat itu sadar bahwa siapa sebenarnya mereka, itu akan membawa dampak yang sangat baik bagi tataran birokrasi kita.
Rezim Administrasi.
Pembahasan birokrasi tidak akan pernah lepas dari pembahasan administrasi. Ini karena dalam birokrasi, asal semua bisa dipertanggung jawabkan secara administrasi maka semua dianggap telah sesuai target dan aturan. Seorang koruptor dapat hidup tenang dan berfoya-foya dengan uang rakyat yang berputar di birokrasi cukup hanya dengan permainan data administrasi. Sedangkan orang yang jujur justru bisa menjadi bulan-bulanan karena kelalaian administrasi. Menurut saya, kata birokrasi itu lebih pantas disebut dengan REZIM ADMINISTRASI. Semuanya harus kuantitatif dan saya adalah penentang kuantitatif murni. Tidak semua hal itu dapat disimbolkan dengan data dan angka.
Baik, sedikit menyimpang, misalnya adalah dalam pendidikan. Berapa banyak dosen yang benar-benar tulus medidik mahasiswanya? Saya kira hanya segelintir orang saja. Dan itu sangat mudah dirasakan dari mimik dan feel penyampaian para dosen. Kenapa? Karena rata-rata dosen hanya mengejar SKS dan target silabus. Sehingga penilaian pun bersifat kuantatif, asal nilai quiz dan ujian bagus maka IP pun bagus. Tidak peduli itu nilai dari mana. Memang selalu ada pengawasan dalam ujian, tetapi apakah itu menjamin kemurnian nilai?
Permasalahan kedua.
Nah, kembali lagi pada permasalahan administrasi, bahwa data berbasis kuantitatif itu sangat mudah dimonopoli dan dimanipulasi. Maka tidak seharusnya segala sesuatu itu mendewakan hal-hal yang bersifat kuantitatif. Sehingga hal ini merupakan yang kedua yang perlu diperbaiki. Perlu ada pertimbangan moral dan kesehatan mental yang baik di tubuh birokrasi. Sebagai contoh adalah proyek bantuan kepada rakyat miskin, dengan pertanggung jawaban administrasi yang baik maka korupsi akan dianggap legal. Coba jika pertanggung jawaban dalam birokrasi adalah pertanggung jawaban moral, pasti akan lebih baik lagi.
Birokrasi adalah arena saling menjatuhkan.
Di dalam Birokrasi, saling menjatuhkan adalah sebuah permainan yang dianggap biasa. Dalam satu divisi bisa saja dan pasti setiap individu memiliki kepentingan-kepentingan pribadi. Ini di luar sebagian kecil orang yang memiliki ketulusan. Maka ini kembali lagi seperti pada pembahasan ketidak efisienan birokrasi. Perlu ditata ulang bagaimana para birokrat memiliki jiwa sosial dan ketulusan yang dalam guna pengabdian tersebut.
Kesimpulan
Sebenarnya sama saja dengan pembahasan pada topik ketiak efisienan birokrasi, pada intinya yang harus diperbaiki adalah mesin dan operator birokrasi, yakni sistem dan pelakunya. Sebenarnya masih sangat banyak hal yang perlu diperbaik jika dikritisi secara eksplisit atau detail. Namun beberapa yang saya paparkan itu kiranya telah mencakup garis-garis besar penyimpangan atau ketidak seimbangan yang perlu diperbaiki dalam tubuh birokrasi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | WordPress Themes Review